Tanggungjawab Seorang Anggota
Tak
dapat dipungkiri bahwa dengan adanya anggota di sebuah organisasi dapat
mencerminkan visi misi dari organisasi tersebut. Apakah sudah tercapai atau
belum. Penilaian orang pun, mereka melihat dari anggotanya. Sama halnya dengan
Islam, orang menilai dari followers-nya,
kan? J
Aku
menulis ini karena terusik. Begitu banyak pertanyaan yang tak kumengerti.
Mengapa mereka begitu sih? Kenapa aku nggak bisa menjadi anggota yang baik?
Mengapa aku nggak bisa memberi contoh yang baik untuk adik-adik? Dan banyak
pertanyaan, ‘kok gitu?’ dalam hati :p
-------------------------------------
Dulu
di SMP, aku mengagumi seorang kakak kelas cewek yang stelannya muslimah banget.
Udah gitu cantik dan aktif di OSIS. Ya, kagum itu wajar dan lumrah. Apalagi
saat itu aku suka mengamati orang. Di SMA pun, aku menjumpainya lagi. Dia aktif
di rohis. Tapi dia berubah, bukan yang sering kulihat di SMP dulu. Pakaiannya
ketat, jilbabnya mulai ketarik ke atas, dan kenapa dia pacaran? Bukankah dalam
Islam tak ada pacaran kecuali setelah menikah? Kemudian ada yang istiqomah
dalam berjilbab. Seneng banget deh liat kakak itu. Tapi setelah lulus, aku
kaget. Di FB dia lepas jilbab, foto profilnya tidak berjilbab. Kutanya kemana
jilbabnya, dia enteng saja menjawab. “Ini kan cuma foto, ya nggak apa-apa“. Speechless.
Lain
hal dengan yang lain, mereka yang ikut Rohis juga. Mantan ketua juga. Dulu
sangat kuhormati. Tapi setelah jadi alumni, aku terkaget-kaget. Dia pacaran.
Dan berfoto dengan pacarnya mesra banget. Ada juga yang kena cinta lokasi atau
anggota yang terkena skandal yang bikin malu. Aku bingung. Bahkan yang sering
ceramah bahwa pacaran itu tidak baik, jadi malah pacaran. Para anggota akhirnya
kasak kusuk.
Atau
contoh yang lain, anggota IRMA tapi perilakunya liar dan hobi pacaran.
“Nggak
ada bedanya. Makan omongan sendiri. Katanya nggak boleh pacaran.Sendirinya?
HUH!”
“Kalau mereka (para ketua Rohis) saja pacaran?
Rohis mau di bawa kemana? Bukankah itu memberikan pikiran bahwa pacaran itu
lumrah?”
Terus
kalau begini, aku harus mencontoh siapa? Notabenenya Rohis adalah kumpulan anak
baik, yang pandai ngaji, tidak pacaran, sulit kujumpai. Ada rasa kecewa yang
bertumpuk. Karena itu, aku menegur mereka. Sehalus mungkin. Sebuah teguran
kekhawatiran yang muncul dariku yang kala itu seorang junior yang mencari
panutan. Mereka tersinggung tapi berterima kasih karena diingatkan.
Dan
untuk organisasi yang lain, PMR atau KIR. Awalnya sebelum gabung tak tahu
apa-apa, menjadi lebih tahu. PMR, menjadi lebih berjiwa kemanusiaan dan sosial
meningkat. Tapi yang masih mengganjal, di PK harus selalu mencuci tangan pakai
sabun, tapi itu kayaknya hanya pas lomba. Di keseharian asal cuci tangan,
pokoknya basah. Hoho. Sedang di KIR, jadi lebih tahu cara menulis ilmiah.
Minimal ada pembeda sebelum dan setelah bergabung.
Nah,
yang bikin aku miris. Kejadian nyuri soal di sela-sela ulangan semester hanya
untuk mendapatkan nilai bagus dan sebagian dapat kursi untuk masuk SNMPTN jalur
undangan. Astaghfirullah hal ‘adzim. Apalagi mereka adalah anak Rohis dan OSIS.
Tragisnya ketua OSIS malah. Sekejap dimusuhi teman-teman. Dimana-mana temanku
emosian jika melihat mereka. Ketika dilaporkan, mereka disidang habis-habisan.
Dan nyaris dikeluarkan dari sekolah. Untung pihak sekolah masih berbaik hati.
Namun nama mereka tercemar. Huffhh. Akupun sangat kecewa karena beberapa adalah
teman yang baik.
Setiap anggota bahkan ketua sendiri
seharusnya sadar ada mata-mata junior yang aktif mengawasi dan mencari contoh
terbaik dari kakak-kakak seniornya. Sederhana. Dan inilah tanggungjawab setiap
anggota.
Terkadang aku malu jadi anak PMR,
pakai tas PMI atau jaket PMI tapi nggak gesit nolongin orang kecelakaan di
jalan ataupun teman sakit di sekolah. Aku malu memakai baju Rohis tapi
tingkahku nggak beda dengan yang tak Rohis. Aku malu ikut KIR, tapi nggak
pandai menulis ilmiah atau yang sederhana pun. Aku malu ikut OSIS (mantan jg), tapi perilaku belum baik untuk di contoh sama teman-teman. Aku malu ikut Student Journalism
Bontang Post (sekarang alumni, pen), tapi karya hanya satu dua artikel di
koran. Aku malu banget, udah ikut organisasi/kegiatan tapi kalau soal disiplin
masih cemen and lelet jam karet.
Lambang yang kita pakai, tak lain sama dengan tanggungjawab seorang anggota
mensosialisasikan organisasi itu sendiri.
Ya,
aku pun realistis. Tak ada yang sempurna. Namanya juga ABG. Dan aku pun juga
ABG. Sering labil dan cenderung berjiwa pemberontak. Mereka tak sesempurna yang
kita inginkan, harus baik melulu, jahat nggak boleh. Episode maksa banget deh.
Terkadang jatuh pada kata-kata sendiri. Menjilat omongan sendiri. Terjebak
‘senjata’ sendiri. Aku pun sangat sadar
diri pernah terjatuh pada kesalahan yang sama. Anggota bahkan akupun
bukanlah malaikat J
Dan
pada Allahlah tempat bertaubat. Semua yang diamanahi di akhirat kelak akan
diminta pertanggungjawabannya. Hidup adalah proses menjadi lebih baik. Let’s be brand new.
Well, just Allah sebaik-baik penilai. Dialah hakim yang paling
adil. Aku hanyalah penilai dengan prasangka yang tak imbang. I’m only human.
Saatnya
mencari teman seperjuangan di jalan Allah yuk ;D Dan saling mendoakan agar
istiqomah dalam menjalankan amanah :D
Komentar